Sabtu, 28 Januari 2017

2016



2016 mungkin akan menjadi salah satu tahun yang berkesan. Pencapaian mimpi-mimpi kecil yang penuh kejutan, dan titik-titik terendah dalam hidup. Meski tidak harus membuat resolusi untuk satu  tahun kedepan, melakukan yang terbaik pada kesempatan yang ada itu membuat  lebih nyaman.

Januari
Tiga bulan pasca wisuda, satu bulan menganggur. Masih dengan euphoria toga, perasaan nikmat sebagai alumnus, perasaan bebas yang enam tahun terakhir dibelenggu oleh status mahasiswa. Kerja? Who’s care? tak ada terpikirkan sama sekali. Yang penting mah udah lulus :D

Februari
Perlahan tapi pasti jenuh juga. Apapun itu jika dalan rutinitas yang sama setiap harinya hanya soal waktu rasa jenuh itu tiba. Februari tidak ada yang spesial sih. Hanya dapat kabar kecil dari pulau rantauan. Jalan-jalan dengan hiburan udara yang dingin-dingin segar, berkabut dan berawan bisa jadi. Selang beberapa hari pesan tiket online, cus bandara, check in, lalu penerbangan batal. Patah hati kadang sesimpel ini. Hal sederhana yang tanpa restu dan ridho orang tua sangat bisa terjadi.
Maret
Langsung ke akhir maret saja. Awal maret masih dengan rutinitas jobless. Makan, tidur, main, ohya, sama mengoleksi map coklat dan materai. Mulai ada mood jobseeker.
Akhir maret akhirnya ada alasan yang bisa direstui untuk kembali ke kota rantau. Kemas-kemas barang kosan, pindahan. Pindah ke kampung halaman.
Maret bisa jadi awal mood dan adrenalin pada puncaknya. Betul saja, baru tiba di kota rantau besoknya langsung ada ajakan main-main ekstrim. Hahaha. Jalan-jalan ala tim SAR (jelasnya lihat postingan sebelumnya aja). Setelah setahun tidak merasakan udara puncak gunung, berhujan-hujan ria di hutan dengan modal kompas meski hampir hilang, tidak ada kata kapok.

April
Boleh jadi bulan yang paling spesial. Ada ajakan tak terduga. Jalan-jalan ekstrim yang tak pernah terduga. 2830 mdpl. Baru diajak aja adrenalin rasa-rasanya sudah mendidih. Persiapan sih seadanya, jogging lebih kurang empat kali keliling ex kampus. Setidaknya tidak terlalu merepotkan nanti kalo lagi nanjak. Satu target yang yang dicapai kali ini, daypack tidak boleh berpindah punggung. Kok daypack? Yakali bawa carrier, bawa diri aja udah syukur nyampe puncak. Tidak ada porter soalnya. Haha. Dan berhasil, tak sedetik pun daypack berpindah punggung. Ya malu lah, kan nanjak nya sama yang baru dikenal sebaik-baiknya mereka, rasa “hau ade” saya masih lebih tinggi. Ditemenin nanjak saja senengnya udah kayak diwisuda lagi (cerita yang ini pernah diposting juga kok).
Pernah ada yang nanya, “Nyampe puncak itu rasanya gimana?”.
Gimana ya, pernah jatuh cinta? Kalo pernah, rasanya jauh lebih indah dari jatuh cinta. Dan kamu tidak akan pernah dikecewakan”. eh, lebay ya??? hahaha
Ohya dan beberapa hari tanpa signal itu asli meningkatkan quality time dengan teman. Coba deh ingat, kapan terakhir kita berbincang panjang lebar dengan teman membicarakan hal sepele misal motif kaos kaki hingga materi berat tentang pemerintahan, birokrasi, perekonomian dunia, atau isu global lainya atau tentang filsafat yang memecahkan kepala. Atau kadang membicarakan hal yang tidak penting tentang gosip selebitis, tentang warna api yang berubah merah muda karena yang dibakar adalah tisu bekas ingus, tentang hobi, minat dan passion yang masih saja terpendam, tentang hal-hal kecil di masa sekolah hingga hal-hal besar yang menjadi impian. Kapan terakhir membicarakan dengan santai hal itu? Dengan tanpa signal, pembicaraan itu bisa saja terjadi, pagi ke malam.
Jadi kangen.

Mei
Lagi. Jalan-jalan ekstrim dan nekat. Kali ini buka diajak, tapi mengajak. Menagih janji tepatnya. Mainnya gak jauh-jauh amat sih, cuman main ke lembah trus nyasar ke danau trus singgah hammockan di air terjun.. Dua malam tiga hari saja. Karena ini sudah kesekian kalinya, beberapa hal yang tidak dinginkan seperti nyasar malam-malam, kehujanan di jalan, jatuh terpeleset hampir terguling-guling bukan lah hal baru, bahkan sudah dianggap bahan tertawaan saat lelah.
Rasa-rasanya sangat beruntung berkesempatan melakukan hal-hal yang tidak semua orang punya kesempatan melakukan hal-hal yang membuat mereka penasaran. Iya beruntung, karena punya waktu luang, sumber daya manusia yang bisa“dimanfaatkan”, dan lokasi-lokasi keceh. Oh satu lagi partner yang tidak ribet, tidak manja, rajin shalat :)

Juni
Pulang kampung. Berpindahlah seluruh isi kamar kosan ke rumah yang sebenar-benarnya rumah. Ada penelitian (entah valid atau tidak) yang menyatakan bahwa butu waktu setengah dari lama hubungan untuk move on dari hubungan tersebut. Jadi setidaknya butuh tiga tahun untuk move on dari tanah rantauan.
Tak sanggup rasanya move on dari tanah yang enam tahun memberikan pelajaran hidup yang tidak didapat dari mana pun. Teman-teman yang sudah melebihi saudara. Tak pernah rasanya seakrab dan sedekat mereka sebelumnya dengan orang lain. Mau nyari teman yang karakternya seperti mereka? Tidak ada. Rasanya ingin tumbuh dan menua bersama mereka. Kenyamanan hubungan yang tidak didapat dari mana pun.
Oke, sudahi melankolisnya. Hahaha

Juli
Jobless mode on. Flat.

Agustus-September
Back to tanah rantau. Menyelesaikan dan menyudahi remahan-remahan perkara berkas. Ini pertanda bakal angkat kaki beneran dari rantauan. Lalu Surabaya, keliling kota sama mas driver ojek online.
Masnya kok ga pake jaket sama helm ijo?”
“Kalo jemput penumpang di  bandara, ojek online dilarang mbak. Mbaknya kenapa tidak pakai taxi bandara?”
“Lagi hemat mas. Helm saya mana mas?”
“Nanti dipake kalo udah di luar aja mbak. Takut ketahuan”
Surabaya, meski tak sepanas Makassar, macetnya mengalahkan Makassar. Surabaya tiga hari, bolu kukus dan migrain karena psikotest.

Oktober-November
Jangan tanya sudah berapa berkas yang terlegalisir yang habis, sudah berapa materai yang dipakai, sudah berapa map coklat yang yang terkirm, sudah berapa surel terkirim berkas. Ujung barat nya Jakarta, ujung timurnya Papua sudah singgah mungkin berkas map coklat dan surel. Kalo lagi semangat melamar ya begitu. Ada yang bilang, kau merumitkan diri saja. Fokus lah pada salah satu, semakin terpecah konsentrasimu, susah mencapai. Entahlah, bukankah setiap kesempatan harus di coba? Bukankah prinsip jobseeker sama dengan prinsip single yang mencari jodoh. Coba segala kemungkinan yang ada. Jajaki setiap peluang yang diberikan. Meski sudah ada yang jadi pegangan, harus tetap mencari yang lebih baik, minimal satu cadangan itu mutlak, bukan. Lalu fokus setelah sah kata saksi atau setelah tanda-tangan kontrak.
Sekali lagi, urusan jodoh tak jauh beda sama urusan kerja. Bukan hanya tentang kamu dan pilihan mu. Tapi tentang restu semesta. Semesta? Iya, mulai dari elemen penting seperti restu keluarga atau tentang keuangan hingga hal sepele tentang cibiran tetangga atau harga tiket yang yang lagi promo.
Lalu titik terendah itu datang. Seperti nyawa yang hilang oleh semesta. Sekuat hati mengumpulkan mood tentang pembenaran bahwa selama ini yang berlalu tak ada yang salah, sekuat itu pula suara-suara sumbang terdengar. Apa yang dicari? Apa karena terlalu banyak pilihan menggiurkan lalu mengabaikan yang perduli? Mau langsung berdiri di titik mana. Bukankah untuk puncak harus dimulai ttik-titik rendah di bawahnya? Ayolah, mau sampai kapan melawan semesta?
Eiishh.. kok drama banget yakk..!!!

Desember
Hujan bulan desember menutup tahun dengan pilu. Predikidsi BMKG tentang cuaca di bagian timur pulau sumbawa terjadi. Badai tropis atau Tropical Cyclone Yvette seperti menyapu bersih rumah-rumah kami. Bencana terbesar dalam puluhan atau bahkan ratusan tahun terkhir. Beberapa hari tanpa matahari dan langit biru. Jika sebelumnya berdialog dengan hujan terkesan romantis dan menenangkan, sekarang hujan ibarat alarm untuk tetap terjaga, mempersiapkan diri dengan segala kemungkinan terburuk.
Lalu, meski tanpa deretan resolusi, masih ada mimpi yang dititip pada 2017.
Suprise me please…!!!!!


~Bima, Januari 2017