Tiap
tahun pasti gini. Situasi sulit.
Puncaknya segala bentuk kegelisahan. Tak pernah ada prosedur yang sempurna.
Kemudian memilih, lalu ambil keputusan, akhirnya menanggung resiko, dan lagi
harus beralibi.
Simple.
Ujung-ujungnya, nitip KRS, omelan PA urusan belakang. Bolos kuliah
satu minggu perdana, nitip tanda
tangan? Kalau bisa. Bagus kalau bukan kuis dihari pertama. Jangan protes kalau
bukan nilai A cantik nan indah yang muncul di KHS.
Resiko
anak rantauan. Berkeliat dari hitam di atas putih peraturan akademik dan
kemahasiswaan yang mengikat. Bahkan pulang kampung yang harusnya menjadi ritual
sakral sekali setahun sering terusik oleh sms jadwal KRSan, pergantian PA dan
kuliah perdana.
Bukan
apa-apa sih, hanya soal pilihan. Puas
pulang kampung dengan menggantung seabrek
prosedur penentu masa depan, atau pulang kampung singkat tapi urusan bakal masa
depan beres. Apakah adil..? Pulang kampung hanya beberapa hari dengan
perjalanan neraka atau bajet 15 kali lipat ongkos pulang kampung mahasiswa lain.
Ada lagi, hanya beberapa hari untuk keluarga mu dalam setahun? Hanya beberapa
hari untuk teman SMA mu dalam setahun?. Sekali lagi, adil..??
Mereka
sih enak bahkan tiap weekend bisa bertemu orang tuanya, paling lama ya cuman 6 jam perjalanan. Setelah balik ke rantauan, beraneka ragam bekal
untuk penghidupan diangkut, ditemani pula sama keluraganya. Saya? Boro-boro bawa bekal segudang, bawa diri
aja rasanya berat. Hanya mengandalkan
ATM yang semoga gemuk selalu untuk melanjutkan hidup. Tak ada pisang, tak ada
buras, telor ayam apa lagi,dan aneka lauk khas daerah lainnya. Makannya jangan
heran saya suka makan ikan di sini, saya suka jus mangga, jus nangka, dan jus sirsak. Itu adalah obat
jiwa. Homesick.
Lihat
saja betapa malam ini saya gelisah dan tak tidur hingga adzan subuh
berkumandang. Betapa tidak, sebentar pagi saya melihat matahari di tanah
kelahiran dengan meninggalkan KRS yang belum tau kapan baru bisa di on line kan bahkan telah ngaret 2 minggu
(gara-gara yang satu ini semua rencana berantakan), berkas wisuda yang belum
pula di on line kan dan lebih-lebih
dikumpul. Hey, saya tidak akan diwisuda Maret nanti, kalau tidak on line dan tidak mengumpulkan print out nya. Lalu saya belum mendaftar
untuk profesi ners, deadline nya
akhir bulan depan. Kenapa? KRS belum ada, surat a..b..c.. belum ada. Rasanya
ingin menarik napas panjang, lalu menghembuskannya sambil beteriak. Meski tak
menyelesaikan persoalan, setidaknya partikel-partikel yang membuat dahi ini
kerut bisa ku bebaskan sejenak. Tak apa sejenak.
Seperti
nya akan selalu seperti ini tiap
tahunnya. Dan dengan polosnya, seperti ada bisikan di telinga saya. “kita
memang selalu berencana, dan selalu akan begitu. Kemudian kita secepatnya kita
dituntut memutuskan. Done. Tapi
jreng…jreng.. rencana meleset, keputusan terlanjur ketuk palu. Mau tak mau
harus ada kerugian. So? Terpuruk pada
kerugian bukanlah pilihan. Bagaimana meminimalisir kerugian adalah rencana
sekarang. Kita yang paling tau langkah apa yang terbaik untuk kita sekarang.
Lakukan, nikmati, dari pada nothing. Tuhan
aja nurunin penyakit beserta obatnya, so pasti masalah juga ada sejalan dengan
solusinya”.
Makassar, 17 Januari 2014
02.53 dini hari, malam dalam mendung