Dengan
menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Assalamu’alaikum
2015. Selamat datang bersama alam semesta. Membawa kabar hujan kepada bumi. Sebegitu
rindu kah?
Januari
Selayaknya
Januari tahun lalu, hujan semerta-merta menumpahkan pesan yang tertgantung berbulan-bulan
di rongga langit. Januari Februari 2013 memberi jeda untuk anak gadis ini
berpulang ke rumah kecil di untuk menikmati semangkuk sayur bening andalan
ibunda. Melupakan jilidan skripsi bertumpuk di rak buku. Bu, Pak, anak mu kini
sarjana.
Februari
Menikmati
ikan bakar di pantai berpasir putih dengan hiasan jerawat di pipi. Hey, sebutlah
ini piknik. Boleh jadi saya harus menghirup oksigen dengan bau karang sepuas
mungkin. Beberapa waktu kedepan saya akan melupakan tentang pantai, puncak
gungung yang sejuk dan segala alam yang memukau.
Maret
Selamat
datang di Kota Daeng wahai Bapak, wahai Ibu. Pulau Sulawesi indah, bukan? Duduklah
yang manis di bangku undangan. Lihatlah anak gadismu yang berlenggok kaku
berusaha anggun dengan high heels,
kebaya, dan toga mengucapkan janji profesi dihadapan pepara guru besarnya. Satu
kalimat bapak yang untuk pertama kalinya ia ucapkan “anak bapak sungguh cantik memakai toga”. Bapak tak pernah
mengucapkan kata “cantik” pada anak
gadisnya sebelumnya. Ah bapak, saya tersipu dan terharu.
April-Mei
Selamat
datang dunia profesi. Terimakasih telah me”lebel”kan kami sebagai mahasiswa
profesi. Siklus belajar yang jauh berbeda dari perkuliahan pada umumnya. Kami masih
mahasiswa di kampus yang sama. Sayangnya kalender akademik tidak berlaku untuk
kami. Apa itu tanggal merah, apa itu weekend.
Kami dipaksa untuk “lupa”. Keperawatan dasar membuka stase profesi ini. Menjadi
mahasiswa yang sangat sayang dengan seragam putih barunya. Kena goresan pulpen
sedikit saja langsung dicuci. Ngekor perawat ruangan hanya untuk memperhatiakn
injeksi, perawatan luka, pasang infus, pasang kateter uriene dan setumpuk pekerjaan
perawat lainnya. Temanya “observasi”.
Juni-Juli
Keperawatan
medical bedah. Kami mulai berperang. Terpaan fisik dan mental mau tak mau harus
dihadapi. Kami terlanjur basah dengan jurusan ini. Ya, karena pada awalnya kebanyakan
kami yang tergelincir pada jurusan ini. Jadwal dinas tak menentu, laporan
seabrek, ujian sana, ujian sini. Akh, tumbang sudah beberapa diantara kami. Saya
mulai memaksakan lidah dan tenggorokan akrab dengan susu murni. Demi apapun,
saya benci susu putih. Dan ramadhan tiba. Buka puasa kadang dengan menu seadanya
di kamar perawat masih dengan keluhan keluarga pasien. Cairan infus yang habis,
infus macet. Lalu tanpa tidur, bersahur ria di kantin rumah sakit. Ramdahan yang
menguatkan hati. Insha Allah. Maaf, ramadhan kali ini 10 juz pun saya tak
sanggup. Taraweh dan witir seadanya. Dengan puasa tanpa bolong. Ijinkan saya
membayarnya pada ramadhan tahun depan.
Agustus
Keperawatan
jiwa komunitas. Ucapakan selamat tinggal bangsal rumah sakit. Sementara waktu
berlalang buana ke rumah-rumah warga. Bercurhat ria. Dengan pertanyaan klise,
apa kabar hari ini?
Selingan
di agustus ini, jreng..jreng. Dodit, Uus, Abdur main ke Makassar. Tau dong
siapa mereka. Yang tak suka stand up comedy tak usah hiaruakan mereka.
September-
Oktober
Stase
maternitas. Berdinas di salah satu rumah sakit militer di kota ini. Oh tuhan,
saya tak sanggup dengan kehidupan militer. Satu minggu cukup membuat bulir
keringat ini mengalir tak karuan, waktu istrahat yang minim hingga saya harus
terkantuk di motor. Pergulatan emosi kami di uji. Entah, setiap pendidik punya
cara tersendiri mendidik muridnya. Dan saya cukup terdidik untuk menahat air
mata hampir setiap ketika berbicara via telepon dengan orag tua. Bendera putih
sudah di tangan, hanya siap saya kibarkan. Lalu mereka menguatkan, “toh pelaut yang ulung tidak lahir dari laut
yang tenang.” Bismillah, Allah bersama kita.
Dan
lagi, jreng..jreng. abang Dzawin show di Makassar. Masih tidak tau juga siapa
dia? Ah sudah, cukup saya sudah pernah merangkul tangannya.
November
Selamat
datang bulan kelahiran. Selamat menikmati stase keperawatan anak. Akh, saya
paling terganggu dengan anak yang nakal. Oke, mari melawan rasa annoying itu. Sungguh pelajaran yang
berharga. Dengan umur yang belia, tuhan telah menyayangi mereka dengan cara
yang special. Bukan hanya infus yang harus dipasang berkali-kali, antibiotic yang
perih harus diinjeksi setiap hari. Cukuplah itu membuat mereka rewel. Dan kemudian
mereka harus menjalani kemoterapi. Saya hanya paham pasien leukemia itu di
film. Dan kini saya yang merawat mereka. Tuhan, apakan ini tidak terlalu berat untuk
mereka yang mungil?
Tidak
jauh berebeda dengan bayi-bayi yang terlahir dengan tidak sempurna. Dirawat dengan
hati-hati di incubator. Mereka pun dipasangi infus berkali-kali, dipasangi OGT
agar bisa makan, ada oksigen, CPAP. Dengan begitu, kenapa masih lupa kita untuk
bersyukur? Betapa sehat itu mahal.
Desember
Yeaaa..
akhir tahun. Hujan..hujan, dan hujan. Selamat bergabung di keperawatan gawat
darurat. Kita “bermain” nyawa di sini. Mengakrabkan hidung denga bau amis darah
yang kebawa hingga di kosan. Melihat satu sua nyawa di tagih baik perlahan
maupun tiba-tiba oleh-Nya sudah biasa. Setidaknya keraguan saya memasang infus berkurang
disini.
Dan
saya mulai menghitung mundur sedari 1 January. Menanti Desember untuk kembali
menguji ingatan .
Makassar,
12 January 2015