Euphoria muncak masih bersisa. Perjalanan terlama, tanah tertinggi. Untuk sementara
Well,
mulai perkenalan dulu yak. Foto pertama: yang paling kiri Dion (ekonomi UNM
2011), baju merah Dilla (sastra Indonesia UNM 2011), tengah Mun (Keperawatan Unhas
2010), sebelahnya, Ulfa (Keperawatan Unhas 2010), paling kanan Irwan (Teknik
pertambangan Uvri 2012). Eitss.. yang ambil gambar Ca’lu (Keperawatan Yapma
2012), paling kanan foto kedua.
Penting
ga penting sih perkenalan, tapi orang-orang di atas saling kenal justru saat
akan muncak. Misal, Mun cuman kenal Ulfa. Ulfa kenal Mun sama Dilla. Dilla kenal
Ulfa sama Dion. Dion kenal Dilla, Ca’lu sama Irwan. Ca’lu kenal Dion sama Irwan.
Irwan kenal Ca’lu sama Dion. Kusut ya. Hahaha..!!!
Gn.
Bawakaraeng berlokasi di Malino, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Bayangkan puncak
Bogor atau Kota Batu Jawa Timur. Mirip itu lah Malino. Dinginnya, komoditi
utamanya, bunga-bunganya, kebun teh, hutan pinus, kebun strawberry, dan
kehidupan masyarakatnya. Jika pada malam hari, sudah seperti bukit bintang Jogja.
Lautan lampu kota Makassar tampak jelas. Sayangnya, Makassar-Malino makan waktu
sekitar 2 jam perjalanan. Itupun kalo cowok yang bawa motor.
Selasa
malam kami tiba di Malino, bermalam di rumah warga. Dinginnya emejing. Sleeping
bag macam tak ngaruh. Soundtrack wajah-wajah kekasih nya Siti Nurhaliza mulai
diputar berulang-ulang. Awal mula lagu kebangsaan pendakian.
Besok
paginya pendakian dimuali. Start sekitar
pkl 9 pagi dari rumah Daeng Tata. Menuju pos 1 track agak melandai, melewati perkebunan wortel, hutan pinus. Menuju
pos 2 melandai nanjak. Menuju pos 3 lumayan nanjak dan tiba di sungai. Waktunya
nge jus. Kalah jus kedai pinggir jalan atau jus di cafe dibanding jas jus
campur air gunung. Hahaha..!!
Lanjut
pos 4 dan pos 5 melandai, nanjak, melandai lagi, nanjak lagi. Belum ekstrim. Belum
Nampak wajah nenek moyang. Teringat pesan salah satu teman yang pernah muncak
di Gn. Bawkaraeng “hati-hati ko di pos
7,8 dan 9. Ambil napas baik-baik ko memang. Karna mu lihat nanti nenek moyang
mu di sana, saking ekstrimnya track nya”.
Tiba
di pos 5 tengah hari. Mana sumber air? Kita ngejus lagi gaess .
Perundingan singkat dimulai, mau ngecamp atau lanjut. Pos dan seterusnya adalah pendakian tiada henti. Lebih-lebih
ke pos 7,8,9. Tak ada tanah selapang pos 5. Langit mulai gelap. Kabut mulai
naik. Alamat hujan turun. Deal, lanjut.
Nanjak,
nanjak ke pos 6, mulai ekstrim menuju pos 7. Gula merah, mana gula merah ta. Senandung
wajah-wajah kekasih berulang sedari rumah Daeng Tata. Lama-lama dihafal mati
ini lagu. Belum lima menit rehat di pos 7, hujan mulai mengguyur hebat. Tak ada
pilihan lain kecuali nge camp. Maafkan kami yang amatiran.
Keesokan
paginya saat matahari mulai hangat, menuju pos 8. Dimulai dengan turunan ekstrim.
Apa kabar pulangnya nanti dengan turunan seektrim in. Tiba di sungai, ngejus
lagi. Lanjut menanjak, merayap, mendaki. Tiba pos 8, oke nenek moyang belum
terlihat. Berlanjut ke pos 9, tak ada nenek moyang tampak. Hahaha. “kassa na jalan ini cewek-cewek, mau
sekalimi sampai puncak. Tidak lariji puncak, kalo capek istrahat saja”. Efek
jogging 3 kali sebelum nanjak lumayan juga.
Dan
jreng…jrengg.. pos 10 lewat tengah hari. Sebentar meluruskan kaki dan
meregangkan otot, eh tenda sudah ready.
Dua hari dua malam di pos 10, lima menit dari tranggulasi. Tak disangka justru
banyak saudara jauh adalah tetangga tenda. Alangkah sempitnya dunia. Jadi, jika
saudara jauh sulit ditemukan, mendakilah. Haha..!!
Setelah
berpuas diri di puncak, sabtu pagi saat hangat-hangatnya matahari kami turun. Kali
ini soundrack yang rajin play adalah
kesempurnaan cinta nya rizki febian. Ada apa gerangan dengan rombongan ini. Teringat
kembali perihal nenek moyang, hampir nampak saat pendakian pulang menuju pos 7.
Haha..!! tiba di rumah Daeng Tata sorean. Langsung preapare balik Makassar.
Pencapaian
terbesar muncak kali ini day pack
tidak pernah berpindah punggung. Senangnya untuk tidak terlalu merepotkan. Karena
kami tau carrier nya sangat berat,
apalagi yang ukurannya macam kulkas dua pintu. Haha..!! Meski masih selalu
dimasakkan. Sempat-sempatnya mereka goreng kue, goreng bakwan. Senangnya berpartner
dengan kalian .
“Dariki bawakaraeng beberapa hari yang
lalu toh?”
“Iye. kemarin”
“Yakinki mauki lagi naik sama kami?”
“Nda apa-apaji, masa kami mau
halangi orang yang mau lihat indahnya alam. Justru kalo ada, selama kami bisa bantu,
kami akan bantu.”
“Jadi seringki naik gunung? Kenapa?”
“Maumi diapa, ka hobi. Banyak ji
orang bertanya, apa ta cari naik gunung. Bilangka, cari capek. Karena mau
dijelaskan bagaimana pun mereka yang tidak suka tidak akan mengerti. Makannya respect
ka sama yang mau mendaki”
“Hahaha..!!!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar