Ini janji kedua. Sepupu ku yang
punya riwayat tomboy di masa sekolah juga ingin publikasikan tentang dia dan
ceritanya versi penulis. Aku. Enaknya panggil apa ya? Mbak? Terlalu feminim deh
kayaknya. Panggil nama aja deh. Oke fix.
Aku lupa pertama kali ketemu dan
kenal Reha. Kita emang sepupu. Sekelas waktu TK. Satu SD, SMP, dan SMA. Tapi,
sekarang kita bahkan beda Negara. Reha emang suka lambung kiri. Dia duluan
nginjak tanah Negara tetangga. Aku lho, baru nginjak pulau jawa berasa masih
mimpi.
Memori masa kecil masih tersimpan
rapi nan anggun di kepala ku. Seoarang Reha dengan sosok yang paling sering
memberontak dan menangis sejadi-jadinya. Ada apa? Maaf jikalau dulu aku hanya
bisa menatap nanar beberapa peristiwa yang tak seharusnya jiwa dan fisik seorang
anak SD memperolehnya. Kadang didikan dan nasehat orang dewasa masih terlalu
rumit untuk dicerna gadis mungil. Sebab itu, Reha menjadi sosok yang lebih
tegar dan kuat. Jauh dibanding aku atau mbak ku dan beberapa sepupu ku yang
lain.
Ibarat ketua geng, kita berempat
sering bareng. Masih ingat? Dulu sebelum ada air PAM hampir setiap hari kita
mencuci pakaian di sungai. Kamu yang terkuat membawa pakaian kotor, mencucinya
dengan gigih lalu membilasnya pada arus yang deras. Aku hanya melihat dan membantu
semau ku saja. Selepas itu kita berenang, lalu pulang dengan membawa segenggam
tanah liat tepi sungai bahan dasar untuk membuat telepon genggam. Masa bermain
yang sempurna.
Jika musim menanam tiba hingga musim
panen, tak pernah alpa Reha menjadi bagian dari pasukan yang menanam bulir
padi, menyiangi, memanen, menjemur gabah, hingga menyulapnya menjadi beras. Lha
aku? Aku Cuma bisa bantu menyiangi semak walaupun masih belum becus. Ikut bantu
memanen sedikit. Dan ikut menjaga gabah yang dijemur dari serangan mereka yang
mengincar. Reha benar-benar pekerja keras. Aku tahu tak sepenuhnya semua itu
dari hatimu. Tapi status dan alam yang memaksa mu untuk melakukannya.
Kehidupanmu lebih dinamis ketika
berseragam putih abu-abu. Mencoba peruntungan dan kebahagaian di berbagai atap.
Sayang, tak banyak perubahan. Air mata itu selalu menetes. Bahkan diringi
tangisan yang terkadang keras dan memilukan. Beberapa hanya melihat kurang dan
cacat mu. Tak menyukai kepribadian mu. Hey, Reha hanya seorang remaja yang sedang
tumbuh dan berkembang secara normal. Kenapa harus menuntut ia sempurna?
Mengerti dan bacalah kehidupannya di masa lalu. Perlakukan ia sedikit lebih
istimewa. Seandainya dulu aku lebih mengerti, akan ku suruh mereka membaca mata
mu baik-baik. Betapa banyak yang mereka tidak mengerti tentang mu.
Reha, aku tidak pernah mengerti
bagaimana tumbuh tanpa pelukan sosok ibu. Tapi kamu jauh lebih mengerti itu.
Aku tidak pernah mengerti bagaimana menjalani hari-hari dengan sosok ayah yang
jauh dari fisik kita dengan kabar yang tak pasti. Tapi kamu sangat mengerti
itu.
Dan oleh karena itu betapa aku kagum
pada hati mu yang kuat. Kuat menyembunyikan betapa sebenarnya kau rapuh.
Tetua, senior, kakak, tante, ibu,
leluhur, nah lho.. ibarat itu lah Reha ku umpamakan. Kadang betingkah seperti
manejer seorang artis. Rajin mengatur kami, bahkan untuk hal-hal kecil. Jalan-jalan
sore. Tak jauh beda dengan sikap ibu kost pada umumnya. Jadwa mencuci, ngepel,
masak, beres-beres rumah. Omaigatt.. aku bahkan pernah frustasi hidup dengan
seorang “pengatur” seperti itu. Tapi, justru itulah yang bikin kangen dengan
seorang Reha sekarang ini.
Cekatan, gesit, mungil, rambut
keriting gantung, kerudung yang kadang lepas kadang nempel di kepala, punya
banyak teman cowok, sering jadi mak comblang, senantiasa ikhlas menjadi
penengah masalah, dan beberapa aib yang tak bisa diutarakan. Itu lah Reha. Kini
tumbuh mandiri dengan memetik rupiah sendiri. Jauh di negeri tetangga, pahlawan
visa, pahlawan bangsa yang terlupakan. Hey, Bagaimana kuliah mu? cuti?
Reha, pernah begitu lama memendam
sayang pada seorang teman di masa lalu, teman di masa seragam putih biru hingga
beberapa waktu lalu. Apa ku salah? Tak perlu kau gubris, semua itu adalah masa
lalu. Dan kini mungkin ada sosok baru yang menemani mu dari jauh di sana.
Reha, jaga diri, jaga kesehatan,
jaga sholat. Maja labo dahu di negeri
orang. Malaikat kecil mu menantimu kembali ke tanah kelahiran. Adek bungsu ku
juga telah gatal lidahnya ingin memuntahkan semua ceritanya pada mu. Tandai kalender
mu ada hari indah di tahun 2017 kelak. Dan.. wajib oleh-oleh dari Taiwan untuk
ku, yang tak rusak dimakan waktu. Maaf memaksa. Kami semua merindukanmu, J