Kamis, 24 April 2014

REHHA..

            Ini janji kedua. Sepupu ku yang punya riwayat tomboy di masa sekolah juga ingin publikasikan tentang dia dan ceritanya versi penulis. Aku. Enaknya panggil apa ya? Mbak? Terlalu feminim deh kayaknya. Panggil nama aja deh. Oke fix.
            Aku lupa pertama kali ketemu dan kenal Reha. Kita emang sepupu. Sekelas waktu TK. Satu SD, SMP, dan SMA. Tapi, sekarang kita bahkan beda Negara. Reha emang suka lambung kiri. Dia duluan nginjak tanah Negara tetangga. Aku lho, baru nginjak pulau jawa berasa masih mimpi.
            Memori masa kecil masih tersimpan rapi nan anggun di kepala ku. Seoarang Reha dengan sosok yang paling sering memberontak dan menangis sejadi-jadinya. Ada apa? Maaf jikalau dulu aku hanya bisa menatap nanar beberapa peristiwa yang tak seharusnya jiwa dan fisik seorang anak SD memperolehnya. Kadang didikan dan nasehat orang dewasa masih terlalu rumit untuk dicerna gadis mungil. Sebab itu, Reha menjadi sosok yang lebih tegar dan kuat. Jauh dibanding aku atau mbak ku dan beberapa sepupu ku yang lain.
            Ibarat ketua geng, kita berempat sering bareng. Masih ingat? Dulu sebelum ada air PAM hampir setiap hari kita mencuci pakaian di sungai. Kamu yang terkuat membawa pakaian kotor, mencucinya dengan gigih lalu membilasnya pada arus yang deras. Aku hanya melihat dan membantu semau ku saja. Selepas itu kita berenang, lalu pulang dengan membawa segenggam tanah liat tepi sungai bahan dasar untuk membuat telepon genggam. Masa bermain yang sempurna.
            Jika musim menanam tiba hingga musim panen, tak pernah alpa Reha menjadi bagian dari pasukan yang menanam bulir padi, menyiangi, memanen, menjemur gabah, hingga menyulapnya menjadi beras. Lha aku? Aku Cuma bisa bantu menyiangi semak walaupun masih belum becus. Ikut bantu memanen sedikit. Dan ikut menjaga gabah yang dijemur dari serangan mereka yang mengincar. Reha benar-benar pekerja keras. Aku tahu tak sepenuhnya semua itu dari hatimu. Tapi status dan alam yang memaksa mu untuk melakukannya.
            Kehidupanmu lebih dinamis ketika berseragam putih abu-abu. Mencoba peruntungan dan kebahagaian di berbagai atap. Sayang, tak banyak perubahan. Air mata itu selalu menetes. Bahkan diringi tangisan yang terkadang keras dan memilukan. Beberapa hanya melihat kurang dan cacat mu. Tak menyukai kepribadian mu. Hey, Reha hanya seorang remaja yang sedang tumbuh dan berkembang secara normal. Kenapa harus menuntut ia sempurna? Mengerti dan bacalah kehidupannya di masa lalu. Perlakukan ia sedikit lebih istimewa. Seandainya dulu aku lebih mengerti, akan ku suruh mereka membaca mata mu baik-baik. Betapa banyak yang mereka tidak mengerti tentang mu.
            Reha, aku tidak pernah mengerti bagaimana tumbuh tanpa pelukan sosok ibu. Tapi kamu jauh lebih mengerti itu. Aku tidak pernah mengerti bagaimana menjalani hari-hari dengan sosok ayah yang jauh dari fisik kita dengan kabar yang tak pasti. Tapi kamu sangat mengerti itu.
            Dan oleh karena itu betapa aku kagum pada hati mu yang kuat. Kuat menyembunyikan betapa sebenarnya kau rapuh.
            Tetua, senior, kakak, tante, ibu, leluhur, nah lho.. ibarat itu lah Reha ku umpamakan. Kadang betingkah seperti manejer seorang artis. Rajin mengatur kami, bahkan untuk hal-hal kecil. Jalan-jalan sore. Tak jauh beda dengan sikap ibu kost pada umumnya. Jadwa mencuci, ngepel, masak, beres-beres rumah. Omaigatt.. aku bahkan pernah frustasi hidup dengan seorang “pengatur” seperti itu. Tapi, justru itulah yang bikin kangen dengan seorang Reha sekarang ini.
            Cekatan, gesit, mungil, rambut keriting gantung, kerudung yang kadang lepas kadang nempel di kepala, punya banyak teman cowok, sering jadi mak comblang, senantiasa ikhlas menjadi penengah masalah, dan beberapa aib yang tak bisa diutarakan. Itu lah Reha. Kini tumbuh mandiri dengan memetik rupiah sendiri. Jauh di negeri tetangga, pahlawan visa, pahlawan bangsa yang terlupakan. Hey, Bagaimana kuliah mu? cuti?
            Reha, pernah begitu lama memendam sayang pada seorang teman di masa lalu, teman di masa seragam putih biru hingga beberapa waktu lalu. Apa ku salah? Tak perlu kau gubris, semua itu adalah masa lalu. Dan kini mungkin ada sosok baru yang menemani mu dari jauh di sana.
            Reha, jaga diri, jaga kesehatan, jaga sholat. Maja labo dahu di negeri orang. Malaikat kecil mu menantimu kembali ke tanah kelahiran. Adek bungsu ku juga telah gatal lidahnya ingin memuntahkan semua ceritanya pada mu. Tandai kalender mu ada hari indah di tahun 2017 kelak. Dan.. wajib oleh-oleh dari Taiwan untuk ku, yang tak rusak dimakan waktu. Maaf memaksa. Kami semua merindukanmu, J