bagaimana pun bentuk, rupa, rasa, dan aroma, kenangan tetaplah pembelajaran yang tak disuguhkan di papan tulis atau slide power point. setegar apapun ingin di lenyapkan, remahannya akan tetap mengakar di sudut hati.
Januari-Pebruari
Masih bergejala sisa stase kegawatdaruratan. Dinas
terakhir yang perih. Helm mahal hilang diparkiran rumah sakit. Next, stase manajemen. Welcome to
the sesepuhnya jungle mahasiswa
profesi. Abaikan suara-suara manis yang mengatakan “santai ji kalo masukmi manajemen. Dari semua stase, paling santai mi
itu manajemen. Bikin papan struktur jiko itu nanti”. Dan, jreng..jreng.
emosianal semua tumpah ruah di stase ini. Bergadang hingga jam 5 pagi, asem
manis pait dinamika bekelompok. Dan jadilah produk kami, skripsi edisi
sekian-sekian. Tapi tunggu, observer
lebih senang menyebutnya tesis. “Tugas S2
itu yang ko semua kerjakan”. Ya, apalah, yang penting melewatkan stase ini
dengan napas yang masih di badan. Lalu kembali harus menata hati, helm (kali
ini masih status helm pinjaman) hilang lagi.
Maret-April-Mei
Yuhuu.. stase komunitas keluarga gerontik. Kami
menyebutnya KKN jilid 2. Kembali beposko ria, dan berproker ria. Stase yang
seumur hidup rasanya ingin sekali dilupakan. Well, saya tak mau menceitaknnya (berbagi aib itu tidak baik,
bukan).
Juni
Selamat tinggal dunia profesi. Menutup seluruh
rangkaian stase profesi. Tujuh minggu terakhir yang (emm, berasa lama dari noraml sih pastinya). Berminggu-minggu
merawat luka, mengganti balutan luka pasien. Trus, luka hati aku aku kapan
dirawat, kapaan diganti balutannya? Nah loh, kok baper. Oke fokus, aroma luka
yang sampe kebawa ke kamar indekost. Bau adalah pembawa sugesti, kenangan dan
rindu yang kuat. Mungkin itu dulu kenapa saya lama move on karena aroma parfum mu yang sering bikin dejavu. Lanjut, seminar kasus, jurnal,
kompre, dan laporan (baca: skripsi edisi sekian sekian sekian) selesai. Helaan
nafas pertama setelah program profesi berakhir, beda, rasanya kok enteng banget
ya.
Masih juni,
Ceritanya refreshing
ala back to nature. H-2 muncak. Modal
nekat dan balas dendam atas penat 15 bulan terakhir. Jadilah kami berdelapan, 5
cewek, 3 cowok, 6 calon ners, 2 calon sarjana teknik (baca: terancam kaya bede). Sebelum mulai dengan menanjak
dengan jalan kaki, kami harus menanjak dengan motor. Belokan paling ekstrim
yang pernaj saya jumpai, tanjakan curam menguras adrenalin. Belum selsai
belokan kanan, eh harus belok kiri dengan kecuraman sampai 90ยบ (entahlah, nilai
matematika saya bagus sampe jaman SMP doang).
Di tiap tikungan selalu ada tulisan arab yang melafadzkan nama Allah. Adrenalin
kok kayak makin kenceng ya. Tetiba teringat kisah orang-orang sebelum meninggal
bagaimana mereka mempunyai firasat. Ah, pikiran saya mulai aneh. Tidak, ini
bukan firasat aneh-aneh. Itu cumin prasasti anak KKN. Anggap saja mereka ingin
berbagi do’a dengan para calon pendaki yang melewati jalan ini. Berjam-jam,
akhirnya tiba pemukiman warga, posko pemeriksaan barang bawaan. Tempat pertama
yang kami cari mushola. Saya suka rombongan ini.
Bismillah, time
for nanjak gaess. Sepanjang
pendakian (sebelum oksigen otak menurun, asma kambuh, ransel bermigrasi ke bahu
lain, dan badan terhempas ke tanah) kami sediki mengobrol tentang prasasti yang
ditinggalkan anak KKN tadi.
“ih gank, takutku mi, ku
kira saya ji yang lihat itu tulisan. Bilanga, mauma mati kapang inie”
“saya juga na, lain-lainmi
perasaan ku baca itu tulisan”
“weee, astaga. Saya juga.
Mauka berteriak tanya ko semua. Jangan sampai sayaji yang lihat”
Tawa renyah kami dengan lollipop di mulut yang baru
terbuka bungkusannya akhirnya dapat respon dari ketua rombongan. “weee, jangko semua banyak kasi keluar
tenaga mu, simpan buat nanjak, tepar ko nanti”. Dan true, belum seperempat perjalanan saya sudah tepar. Keringat dingin
muka pucat, napas yang tak sampai di paru-paru, mungkin pun tak terjadi pertukaran
oksigen dan karbondioksida di alveoli, terasa tak bernapas. Pandangan yang agak
kabur, tenggorokan serasa sedang puasa ramadhan. Entah berapa kali harus
istrahat karena saya, tas punggung tentu sudah berpindah bahu. Maafkan saya
teman.
Tiba kita di posko terakhir. Mari bangun tenda, mari
masak, mari ambil air. Lebih tepatnya sih silahkan bangun tenda, sini saya
bantu masak dikit, sini saya bantu ambil air. Haha. Tapi dua calon manusia terancam kaya ini malah mempersilahkan
kami naik ke puncak. Bahagianya punya partner mendaki yang sifatnya kayak gini.
Lebih kurang setengah jam mendaki dengan sisa tenaga terkahir, kami bisa
menikmati sunset di 1232 mdpl. Agak kagok sih, speechless, pertama kali melihat awan terapung jauh di bawah posisi
kami. Esok paginya sebelum pulang kembali melewati liku-liuk aspal dengan
hiasan prasasti anak KKN kami berdelapan sama-sama nanjak ke tugu 1232 mdpl. Perfect time. Formasi lengkap. Puncak
yang dingin beraroma langit. Maka nikmat tuhan mu yang manakah yang kamu
dustakan?
Juli
Ramadhan 29 hari masih di kota rantau. Ada yang spesial? Lupa. Hanya sibuk mondar-mandir di kampus
mempersiapkan berkas wisuda. Pulang kampung dulu boleh kali yak. Ramadhan hari
terakhir, buka puasa terakhir bersama keluarga.
Agustus
Tahun ini alam seperti tahu ia rindu kepada siapa.
Bima juga punya puncak yang indah nan dingin. Di 1050 mdpl dengan padang
savanna yang subur. Terlihat jelas bahkan dari halaman rumahku. Seperti biasa, penyakit
“merepotkan” itu kembali kambuh. Rombongan ini lumayan gemuk. Kami
berbelas-belas. Dewi fortuna lagi, ada dua manusia “terancam kaya” bersama kami. Sedikit
menantang dengan perjalanan malam. Kami tiba di puncak pukul 11 malam. Dingin
menggerogoti seluruh tubuh, terjaga hingga pagi. Dua malam tiga hari yang luar
biasa.
Beberapa orang pernah bertanya. Ulf suka mendaki?
Bukan suka sih, karena ada kesempatan aja. Kesempatan? Yap, kebetulan lagi free, ada temen yang ngajak, ada tempat
bagus yang belum didatangi. Seru? Sangat. Puncaknya? Bukan, tapi perjalanannya.
Kok? Emang sih puncaknya yang jadi tujuan, tapi setelah kembali ke bawah justru
perjalananya yang paling berkesan. Keindahan puncak itu semacam bonus. Kadang
kita menghujat proses yang pedih, tapi setelah tujuan kita tercapai, proses lah
yang akan sangat kirta hargai. Superrr. Hahaha
September
Toga ke tiga, penyumpahan ners. Toga ke empat wisuda
ners. Euphoria toga kayak biasa kok ya? Mungkin karena aku tidak sempurna mengucapkan
sumpah ners. Haha
Mengikutsertakan diri on job training di rumah sakit kampus selama tiga bulan. Bimbingan
ujian kompetensi. Jadilah saya terlempar dari rumah sakit ke kampus atau
sebaliknya. Dalam waktu bersamaan saya butuh magang, saya harus penyumpahan,
harus wisuda, dan kami adalah pejuang STR. Serasa jadi mahasiswa baru kembali.
Terlempar sana-sini dengan schedule full.
Setelah ujian kompetensi, saya kembali magang dengan damai.
Oktober-November
Setiap menyaksikan kecanggihan alat buatan manusia
pengganti ginjal. Tapi bukan itu yang menarik perhatian ku. Karakter pasien dan
keluarga mereka yang mendampingi. Istri yang sabar dan tegar mendampingi
suaminya yang cuci darah, anak yang terkadang harus bolos kuliah untuk menemani
ibunya cuci darah, atau orang tua yang tegar melihat darah yang keluar dari
tubuh anak gadisnya lalu masuk ke selang-selang di mesin lalu masuk kembali ke
tubuh sang anak. Mereka cuci darah buka berhari-hari. Sudah berbulan-bulan
bertahun-tahun. Bukan berkali-kali, berpuluh kali, beratus kali. Seolah hidup
mereka diperantarai oleh ginjal buatan ini oleh tuhan.
Desember
Aroma melankolis memang menyukai mula menjelang akhir.
Seperti hujan sore atau sakit hati bulan desember. Entahlah, desember yang
pelik dan rumit. Saya butuh pengalih, bukan quotes bijak anti galau. Ada sisa
gejala horror yang telah terbawa sejak November. Kecewa, benci, marah,
berkecamuk tak terkendali. Kenapa, kenapa, kenapa dan milyaran pertanyaan yang
tak butuh jawaban menghipnotis alam bawah sadar. Iya, saya sedang berduka.
Waktu adalah sebaik-baiknya obat sakit hati, hingga pada fase berduka terakhir.
Ya, penerimaan. Skip Desember, please. Tak ada list resolusi special di 2016. Kalo
boleh negjiplak, “akan tiba waktunya kita harus sibuk-sesibuknya untuk sukses sesuksesnya, agar beberapa paham penyesalan bisa saja datang bersama perpisahan”
(@wiranagara).