Minggu, 31 Maret 2013

lirik lagu Rahasia hati

Ku coba merangkai kata cinta 
Walau pun ku bukanlah pujangga yang bisa 
Tuliskan kata-kata yang indah 
Nyatanya tak ada nyali untuk ungkapkan
Reff: 
I wanna love you like the hurricane 
I wanna love you like a mountain rain
So wild so pure
So strong and crazy for you
Andai matamu melihat aku
Terungkap semua isi hatiku
Alam sadarku alam mimpiku 
Semua milikmu andai kau tau
Andai kau tauRahasia Cintaku
Berdoa dan beranikan diri
Sebelum semua ini terlambat terjadi
Back to Reff
Andai matamu melihat akuTerungkap semua isi hatiku
Alam sadarku alam mimpiku 
Semua milikmu andai kau tau
Andai kau tauRahasia Cintaku
Andai matamu melihat aku
Terungkap semua isi hatiku
Alam sadarku alam mimpiku 
Semua milikmu andai kau tauAndai kau tauRahasia Cintaku
Alam sadarku alam mimpiku
Semua milikmu andai kau tau
Andai kau tau 
Rahasiaku......Rahasia aku 

In memorian



      Keypad space on my pc keyboard
·         Pantai
·         Malam
·         Sunset
·         Cotto makassar
·         Pisang ijo
·         Mie titi
·         Kaos lengan panjang
·         Gantungan kunci
·         Jalan raya
·         Wangi parfum
·         Kancing baju
·         On your back
·         Bakso
·         Gado-gado
·         Arloji
·         Bros
·         Biru
·         The fingers
·         Sweet voice
·         Danau
·         And all sweet strories

Selasa, 19 Maret 2013

Kisah



Kisah hari ini adalah kamu. Kisah ini sebuah dongeng. Dongeng saat mentari masih betah membakar atmosfir. Dongeng yang akan brakhir bersama mentari yang lelah berpijar, hingga jingga senja membelai ku, kamu, kita dan ilalang dibalik bukit.
Berawal saat ufuk barat bersinar emas yang tampak masih malu. Dan embun malam masih asyik menari di atas dedaunan hijau. Sebelum bayangan tercipta, kau mengajak ku menuliskan cerita. Cerita yang akan menjadi sejarah yang tak purba oleh waktu, sejarah yang akan di kenang seluruh mahluk pemilik cinta.
Sang mentari akhirnya menampakkan diri. Kini sepenggalah melayang di langit biru. Ditemani beberapa gumpal awan putih yang goyah. Cerita mu telah dimulai. Bersama nama ku di beberapa goresan tinta mu. Aku tak begitu tertarik dengan goresan pena mu, aku ingin menciptakan tulisan sendiri, tanpa ada nama mu. Kau tahu itu.
Penguasa siang mencapai titik kekuaaannya. Teriknya membakar. Jangan tanyakan tentang embun pagi. Ia telah lenyap tertusuk fajar sebelumnya. Kau masih setia menulis kisah kita. Dan aku mulai tertarik melengkapi cerita mu dengan pena ku sendiri, pemberian mu. Berhelai-helai kertas terisi tulisan tentang kita. Terbang bersama menggapai langit biru. Menatap samudra di atas awan. Dan berdiri pada tanah yang belum pernah dipijak, tempat kita di masa depan.
Ufuk timur mulai memanggil matahari. Menciptakan mega yang begitu anggun. Bayangan emas berayun di permukaan danau di depan kita bersandar menulis kisah. Kau mulai terlihat lelah menulis, bahkan tinta pena mu kini tak bersisa. Tak akan ada lagi kisah yang akan kau urai. Sementara aku masih ingin menggores pena di atas helaian kertas mu.
Sudah mulai gelap. Aku tak bisa melihat untuk menulis lagi”
Keliru. Aku hanya bertanya tentang ikhlas mu, tentang seyum mu. Aku lupa bertanya tentang jenuh mu.
Dan kau lenyap bersama malam. Beranjak tanpa kata perpisahan. Mendekap kuat lembaran kisah di dada mu. Dan membawanya bersama langkah gontai mu. Rapi kau tutup lembaran-lembaran kisah masa lalu dan masa depan kau dan aku. Kisah yang belum berakhir.
Ku hanya sesaat memandang mu dari jauh. Tanpamu aku masih bisa bercerita. Pena masih di tangan ku. Dalam gelap melukis sejarah lain tanpa satu pun nama mu di dalamnya. Sejarah yang harus semua mahluk tahu. Bahwa aku pernah bercerita sendiri.
Dan dongeng hari ini pun selesai. Membawaku terlelap dengan cerita baru yang masih akan terus tergelar dengan atau tanpa kamu dan lembaran dongeng sebelumnya.

Minggu, 17 Maret 2013

Zona Nyaman again.



Bromo..bromo..bromo..
Luar biasa. Amazing.. apa pun kata mu, mungkin saya terlalau berlebihan. Tapi ini lah rasa yang sesungguhnya. Kekaguman yang teramat sangat pada lekuk alam yang memanja pandangan. Subhanallah. Sempurna Allah menciptakan bumi.
Tak akan pernah bosan ku buka file-file ku saat berpijak di pasir bromo. Apalagi jika ditemani Ost. 5cm. Lantunan musik Ariel dkk mengiringi alunan suara Giring menyempurnakan suasana zona nyaman ku.
Bromo tengger semeru memang memanja. Oksigennya beda. Saat ku bernapas, karbondioksida yang dihembuskan akan terlihat dalam wujud asap. Hahaha.. tak perlu ke korea untuk bernapas seperti itu. Hembusan lebut angin tengah hari. Hangat matahari siang seperti saat fajar. Kabutnya itu lho, entah dari mana, tapi terlihat berasal dari perut bumi. Perlahan menembus pori-pori tanah di tempat ku berpijak, menggelitik kaki ku, meresap dalam serat kain jaket ku hingga menenggelamkan seluruh tubuh. Singkat. Keren banget.
Penduduk tengger semeru semuanya ramah. Sangat terlihat jelas rona merah pipi pada setiap wajah yang ku lihat. Bisa kau bayangkan betapa dinginnya di sana. pakaian khas penduduk tengger semeru. Salah satu bagian ujung sarung yang diikat di leher. Bak superman versi tradisional. Pemandangan manusia yang tak akan kau temui di tempat lain. Hanya di sini. Bromo tengger semeru.
Rute yang ekstrim untuk menggapai alam bak surga. Perjalanan yang paling mengagumkan dan paling melelahkan. Bahkan jurang tidak menjadi menyeramkan, justru cantik. Perkebunan terluas yang pernah ku lihat. Sempat ku berpikir, “tidak kah aku sedang bermimpi?”.
Yup. Akhirnya tiba. Disambut pasir bromo. Pasir..pasirr,..pasir. ini lah samudra pasir. Mereka juga berombak. Ku biarkan kaki ku menapak langsung pada pasir bromo. Terasa jelas jutaan butir pasir menari menggelitik telapak kaki ku yang tak beralas. Dan kubiarkan kaki ku melangkah dengan sendirinya. Tatapan ku hanya satu tertuju. Gumpalan asap di puncak bromo. Kawah. Keren.
Langkah ku terus mengayun menyisakan jejak berirama. Medan semakin terjal. Semakin mendaki. Terlupakan entah berapa jutaan jejak yang sudah ku ciptakan. Sesekali ku mengehela napas panjang. Lelah juga, tapi senyum ku tetap mengembang bersama peluh. Rasa penasaran pun membakar semangat. Sesekali juga aku di sapa bapak-bapak yang menunggangi kuda, atau ibu-ibu yang menjajakan makanan ringan. Asli, lelah yang menjanjikan keindahan. Mungkin ini lah yang mereka bilang bermesraan dengan alam. Luar biasa. Akhirnya tiba di anak tangga pertama untuk mencapai puncak bromo, yup..pendakian tahap terakhir. 120 anak tangga terlewati dan akhirnya ku menapaki puncak bromo. Sukses. Mata tak berkedip sedetik pun, mulut hanya menganga dan melisankan sajak-sajak kekaguman pada sang Pencipta. Nafas yang tersengal bahkan terabaikan. Ataupun nadi yang begitu cepat dan kaki yang gemetar tak ku perdulikan lagi. Kawah bromo di depan mata. Pagar penyangga yang mulai rapuh menciutkan nyaliku untuk untuk lebih mendekat mengelus kawah bromo yang perawan. Bau khas belerang menusuk. Sejenak hembusan angin menerbangkan asap kawah, membersihkan puncak bromo dari benda putih yang terus melayang tak kenal waktu. Sekilas tampak jelas dasar kawah yang mengagumkan. Mempersembahkan asap belerang yang terlahir dari perut planet biru ini.  Kabut smakin menebal. Seperti samudra. Udara semakin dingin. Sejenak ku menoleh bapak penjual bunga. Ada edelweiss. Bunga yang cantik.
Puncak bromo.
Indah. Luar biasa. Keren. Kawah bromo yang fenomenal. Curam. Pasir bromo bisa dilihat seutuhnya. Lebih luas dari yang terpikirkan. Pura yang ada di bawah kaki bromo hanya sebesar kelingking. Bahkan semut lebih besar untuk manusia-manusia yang berlalu lalang di bawah sana. hingga semuanya tak terlihat. Kabut semakin menebal. Angin sepoi brkejaran semakin agresif. Pertanda alam ingin menyendiri.
Saat nya pulang. Kembali melewati jalan yang penuh dengan ketakjuban. Berpamitan dengan alam yang asri, hutan tropis yang hijau. Berteman kabut, dan di iringi gerimis lembut dengan suhu yang semakin dingin. Pertemuan pertama ini akan menciptakan rasa penasaran untuk pertemua ke dua.

Senin, 11 Maret 2013

my Leaf (4)



My leaf (4)
Daun ku menggigil. Terpisah dari muara. Terhempas angin fajar bersama embun yang perlahan memudar. Semakin jauh terbang. Teringat sepenggal nyanyian alam “bahkan daun yang jatuh tak pernah menyalahkan angin”. Benar. Meski belum tiba masa untuk gugur, ia telah meninggalkan pohon. Karena angin. Seharusnya ia tetap bisa menatap pohon, ia terhempas jauh. Karena angin. Daun ku terlalu lemah untuk melawan angin.