Senin, 19 November 2012

inspirasi sore

inspirasi berekspresi
berimajinasi lebih bebas
bayangku tak akan bersamamu
karena ku punya matahari sendiri
takdir indah ku mungkin tidak bersama mu
dunia begitu luas untuk ku berbagi.
jalan setapak ini bisa ku telusuri meski dengan langkah yang gontai
masih banyak yg akan merangkul ku.
masih banyak yg akan menuntunku,
dan akan lebih banyak yang mencintai ku.

Sabtu, 17 November 2012

:: Belajar Menerima ::

Hidup terasa indah apabila kita bisa menerima semua keadaan dengan ikhlas.
berikut beberapa cara kita untuk mensyukuri nikmat hidup ini, antara lain dengan jalan sbb:

-Sesuaikan kemampuan kita akan sesuatu pekerjaan,atau keinginan

-Jangan pernah meniru orang kaya dibidang gaya hidup boleh meniru dibidang semangat

-Selalu melihat kedepan dan fokus akan cita2



-Lihat kebawah berapa banyak yg lebih susah dari kita

-Selalu bermimpi sesuai kemampuan

-Bergaul dgn orang2 positif dalam pemikiran dan usaha

-Berdoa

-Berani menanggung resiko dgn apa yg kita kerjakan

Mudahkan?
Berusaha untuk terus mencari sesuatu yg baru yg tentunya bermanfaat.
Intinya jangan mudah menyerah, tetap semangat, nikmati hidup.
----------

Selasa, 13 November 2012

Conan and Friends.







Dari SahabatKu

Pagi ku melangkah dalam sebuah senyuman, betapa hangat jika kau hadir dalam senyum.
Senyumku terdiam
Diam ku ingin menyambut,
diamku surprice
Dan diamku merindu
Jadilah wanita yang terbaik

Minggu, 04 November 2012

cerpen mini


Created by:
Fatimah ulfah

Waktu... merebut Cintaku
“Waktu berlalu sangat cepat ya.!! Gak nyangka kita dah tiga tahun gak ketemu. Jadi keinget masa-masa saat bersama dulu. Pengen deh balik ke masa itu.”
Suara manis itu memecah hening malam itu antara aku dan dia. Aku Dimas, laki-laki sederhana yang sangat mengagumi tiap barisan kata yan keluar dari mulut manis nya. Dan akhirnya tiga tahun menunggu untuk suara indah itu, malam ini aku bisa mendengarnya langsung. Suara yang ku rindu. Suara sahabat ku, Dinda. Yang ku sayangi dan ku cintai lebih dari sahabat, lebih jika ia menjadi saudara ku, lebih karena aku ingin melebur bersamanya dalam cinta.
“Gak Din, waktu begitu lama berputar. Tiga tahun itu terlalu lama untuk mendapatkan kesempatan seperti ini.”
“Kamu berlebihan Dim..!!”
“Dari tiga tahun yang lalu aku memang begini kan, menurutku kamu paham akan hal itu.”
“Iya deh, lihat deh Dim, langit cerah. Bintang nya indah. Cuman sayang, belum purnama.”
Dinda mengalihkan pembicaraan sambil menunjuk langit malam. Ya, kami memang berada di tempat tiga tahun lalu yang memberikan kenangan tak bersahabat untuk ku. Padang rumput yang tak begitu luas di belakang rumah Dinda menjadi saksi getirnya cinta saat ia bertepuk sebelah tangan. Bahkan ku tak sempat menyatakan aku lah cinta untuknya. Hatinya telah di rebut oleh insan yang lain.
“Bahkan purnama pun tak akan sempurna tanpa mu Din, percaya deh, sinar bintang malam ini pun dapat ku lihat dengan indah karena ku menatapnya bersamamu. Satu menit yang menyakitkan membawaku pada masa tiga tahun menyimpan rasa malu yang purba. Tiga tahun Din, aku menjadi pecundang. Tak pernah berubah perasaan ku untuk mu bahkan dari tiga tahun lalu. Meski tiga tahun aku hanya bisa diam, ya, mungkin itulah pecundang, Dinda.”
“Jangan merasa seolah hanya kau yang sakit. Hanya kau yang terluka. Semua pernah merasakan hal yang sama, bahkan lebih. Semua bagian dari seleksi alam. Resiko berstatus insan. Apa itu cinta untukmu saat kau hanya diam dan menatapnya. Apa  itu cinta untukmu saat dia pergi dan kau hanya bisu. Apa itu rindu bagimu saat kau terlena dengan jarak. Apa arti rindu untukmu saat dunia semakin sempit. Apa itu cinta untukmu jika kau hanya menunggu dan tak mengejarnya. Apa itu cinta untukmu saat ia memberontak dan kau justru melepasnya. Di mana dirimu saat cinta menangis. Ke mana kamu saat cinta terpojok. Mengapa cinta yang kau cari. Saat cinta diam, kau pun bisu. Saat cinta terbangun, kau masih bisu. Cinta pun akhirnya melangkah, kau hanya mampu menatap dengan senyum. Kini cinta berlari, hilang kau bahkan tak mampu menatapnya lebih lama. Miris. Bahkan cinta pernah terpuruk, dan kau tak pernah tau. Itu saat di mana jiwa pecundang mu menanpankan dirinya. Tak apa.”
“Din, selalu. Kau terlalu rumit untuk ku. Bahkan kata sederhana mu yang begitu indah tak mampu ku cerna.”
“Kamu memang tak mmapu memahami aku, itulah kenapa kita seperti ini. Kau tak paham aku lebih dari teman kecil yang kini tumbuh dewasa. Aku bahkan pernah merasakan tak nyaman yang lebih dari apa yang kamu rasakan tiga tahun ini. Aku sangat tahu bagaimana sakit mu, aku paham betul bagaimana perih mu. Aku pernah Dim, aku pernah seperti kamu, dan sekarang masih tersisa.”
“Ya, aku tahu.”
“Kamu gak tahu, kamu hanya berstatus sahabat, tapi tak pernah paham sahabat mu. Kamu...”
Kata-kata dinda terhenti saat aku langsung merangkul badan dinda dan menyandarkan kepala dinda ke bahuku. Ku berikan satu earphone dan ku putarkan lagu puisi adinda.
Malam berseri indah damai dalam hati
Kauberikan rasa ini hingga dapat ku bermimpi
Tentang maaf  yang bersemi tentang cinta yang tak letih
Sesaat ku larut dalam alunan musik Noah Band. Ku genggam erat tangan dinda. Semakin erat bahkan ku tak ingin pagi datang, biarkan malam begini adanya, agar dia tetap di samping ku. Sejenak kupandangi wajah teduhnya. Dia tetap seindah dulu. Garis wajahnya tetap mempesona. Matanya terpejam, apakah ia juga tak ingin pagi menjemput?
“Dinda, ini lagu terakhir. Untuk mu.”
“Perhatikan baik-baik reffnya ya. Jangan tiggalkan satu kata pun.”
Dinda sontak kaget, karena lagu yang putar adalah “pacar rahasia”.
“Kamu,, gak serius kan.? Jangan aneh-aneh deh. Ini tuh gak bener tau.!”
“Din, kamu seakan tak mengenal aku saja. Aku hanya cukup berkata sekali.”
Hening.
Setelah lirik terakhir lagu itu, ku belai rambut panjangnya, ku dekatkan wajahku ke pipinya, sambil ku berbisik.
“Din, aku suka malam. Aku cinta malam, bulanya, langitnya, bintangnya, dan udaranya. Kamu tahu Din, karena pada malam hari kita tak berjarak. Kita tidur di bawah langit yang sama, kita bisa menghitung bintang bersama dan kita bisa menyaksikan indahnya purnama bersama. Tak ada jarak, Din. Kita dekat. Saat itulah kerindunku bersahabat.”
Sejenak ku menghela nafas.
“Dinda, kamu adalah alasan dan jawaban dari semua pertanyaan. Entah akan seperti apa tanpa mu. Mungkin ini berlebihan tau seperti sinetron menurutmu. Tapi ini nyata. Jika suatu saat kau merasa hal seperti ini, atau pun kau mengenang perasaan yang sama seperti ini, yakin kau akan mengingatku.”
Kembali hening.
Dinda lantas beranjak dari duduknya. Hanya pipi basahnya yang bisa ku tatap. Dinda menangis. Air mata untuk ku kah.? Entah apa makna butiran kristal bening itu jika untuk ku. Seseorang telah berdiri di belakang kami. Isyaratnya memanggil dinda. Dia datang untuk menjemput malam ku. Bulanku. Bintangku. Atau lebih tepat merampasnya. Langkah demi lagkah Dinda menghilang bersama sosok itu bersama terbitnya mentari pagi. Berlalu dan lenyap dari pandangan. Ya, malam ku telah pergi.
“Untukmu Dinda, percayalah aku hanya cukup sekali berkata.” Lirihku dalam hati.
--The End--